Napak Tilas (11 Juni 1991)

Sahabat,

bila engkau berkenan kusurati,

hendak sekali hati kecil ini mempertanyakan.

 

Apa yang telah menjadikan hari kemarin terasa begitu memikat?

Mungkinkah karena secangkir kopi hitam pekat,

semerbak asap tembakau yang bibirmu sesap,

atau sebaur rindu yang teramat lekat?

 

Sahabat,

rahasia yang menumbuhi batas kota itu

kini tersingkap perlahan-lahan.

 

Minggu, bulan, juga tahun-tahun yang tanggal

ke bahu langit seolah bermaksud mengajarkan,

terik-hujan ranah perantauan

akan membiasakan

kedua tungkai kaki kita berdiri tegar

di tepi kegetiran,

membinasakan kelemahan

yang acap merambak dalam kelelahan,

membiaskan sekelumit kesukaran

dengan sebait kesyukuran,

serta mengibaskan sepercik cinta

pada setiap pinta,

dan guratan tinta yang mengalunkan suka cita.

 

Sebab dunia pernah berpesan

bahwasanya meningkah jerat kampung halaman

merupakan setapak jalan yang harus ditempuh

andai seseorang tak ingin pupus sebagai serpihan.

Usai — bersama usia yang tersia-siakan.

 

Sahabat,

maka apa yang telah

menjadikan hari kemarin begitu memikat?

 

Mungkinkah karena secangkir kopi hitam pekat,

semerbak asap tembakau yang bibirmu sesap

berbalut rindu yang teramat lekat,

atau segenggam kecakapan diri yang kini bertambah lebat?

 

Jumat, 5 Januari 2018, 03.09

 

Kelapa Gading, Jakarta Utara

This poem is about: 
Our world
Guide that inspired this poem: 
Poetry Terms Demonstrated: 

Comments

Additional Resources

Get AI Feedback on your poem

Interested in feedback on your poem? Try our AI Feedback tool.
 

 

If You Need Support

If you ever need help or support, we trust CrisisTextline.org for people dealing with depression. Text HOME to 741741